Pendalaman Alkitab Yosua 3-4 Laut vs Sungai
Setelah Musa mangkat, TUHAN memilih Yosua untuk menggantikannya sebagai pemimpin umat Israel (Yosua 1), bahkan untuk menegaskan dan menguatkan Yosua TUHAN sampai tiga kali berkata “..kuatkan dan teguhkanlah hatimu…” (ay. 6, 7, 9). Merespon pemilihan TUHAN kepadanya, Yosua pun langsung menjalankan tugas pelayanan kepemimpinannya dengan memberi serangkaian perintah kepada umat Israel. Bahkan di dalam pasal 2 Yosua tampak mengambil langkah strategis yakni dengan mengutus para pengintai ke Yerikho dan bertemu dengan Rahab, seorang perempuan sundal yang kemudian hari, sesuai dengan catatan Injil Matius 1: 1:5 merupakan nenek moyang dari Kristus Yesus.
Setelah pengintaian Yerikho, alur cerita pun berpindah ke Yosua 3 dan 4. LAI memberikan tema besar Yosua 3 “Menyeberangi Sungai Yordan” dan Yosua 4 “Kedua Belas Batu Peringatan. Namun saya memilih membagi pembahasan Yosua 3-4 menjadi tiga bagian penting yakni: Pertama, Berjalan Dengan Iman (Yosua 3: 1-17, 4: 8). Kedua, Pentingnya pembaharuan paradigma dalam mengikut Tuhan (Yosua 3:7, 4: 14), dan ketiga, Laut vs Sungai? Apa tanda atau yang kita akan warisakan? (Yosua 4: 1-24). Pembagian ini tidak jauh berbeda dengan LAI, tetapi rasanya lebih aplikatif—praktis, dikarekan kita langsung dapat memetik pesan apa yang hendak disampaikan oleh teks pada kita pembaca zaman sekarang ini.
A.Berjalan Dengan Iman (Yosua 3: 1-17, 4: 8)
Di dalam Yosua 3: 3 dikatakan “dan memberi perintah kepada bangsa itu, katanya: "Segera sesudah kamu melihat tabut perjanjian TUHAN, Allahmu, yang diangkat para imam, yang memang suku Lewi, maka kamu harus juga berangkat dari tempatmu dan mengikutinya”. Di sini dijelaskan bahwa para pengatur pasukan (orang yang berwewenang pada waktu itu) meminta kesiapan umat Israel di dalam segala waktu untuk segera melaksanakan perintah berdasarkan pertanda yang diberikan yakni tabut perjanjian TUHAN Allah yang diangkat para imam, dan mereka harus segera mengikutinya. Jadi di sini, dalam perjalanan iman, umat dituntut taat walaupun situasi sulit, bahkan ketika keadaan tidak menentu (Yos 3: 3, 4: 8). Tentu ini bukanlah hal mudah, sebab kecendrungan manusia selalu dapat taat ketika keadaan nyaman, aman, atau minimal situasi yang dihadapi dapat diprediksi dan diperkirakan dampaknya. Yosua tentu menyadari hal ini, sehingga ia berkata “Kuduskanlah dirimu…”(Yosua 3: 5).
Tak pelak lagi, bangsa Israel diminta mempersiapkan diri dengan menguduskan diri menghadapi dinamika perjalanan iman mereka. Sebenarnya, jika telisik lebih dalam maksud menguduskan diri ini tidak hanya menyucikan diri, menjaga diri agar tidak tercemar, tetapi lebih kepada berdoa dan membaca serta mendengar firman. Oleh karena tata bahasa yang digunakan di sini sama dengan yang digunakan 2 Tawarik 7: 14, yakni jenis tata bahasa gramatika Verb-hitpael-imp yang merujuk kepada sebuah kegiatan doa, yang pada waktu itu tentu sepaket dengan pendengaran akan firman Allah. Jadi, bagian pertama Yosua 3-4 ini hendak mengingatkan kita bahwa bahwa di dalam perjalanan iman kita harus taat dan tetap setia di tangah segala situasi yang ada, dan hal ini hanya akan terwujud jika kita senantiasa mempersiapkan diri kita yakni dengan tekun berdoa dan membaca firman-Nya.
B. Pentingnya pembaharuan paradigma dalam mengikut Tuhan (Yosua 3:7, 4: 14)
Di dalam Yosua 3: 7 dikatakan “Dan TUHAN berfirman kepada Yosua: "Pada hari inilah Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel, supaya mereka tahu, bahwa seperti dahulu Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau”. Hal senada juga kembali diungkapkan di dalam Yosua 4: 14 “Pada waktu itulah TUHAN membesarkan nama Yosua di mata seluruh orang Israel, sehingga mereka takut kepadanya, seperti mereka takut kepada Musa seumur hidupnya.”
Dari kedua ayat di atas terindikasi bahwa selama ini, meskipun TUHAN telah mengangkat Yosua menggantikan Musa, namun tidak demikian di mata orang-orang Israel, mereka berpikir bahwa Yosua tetaplah Yosua yang sama, Yosua yang bertumbuh di lingkungan mereka dengan segala kekurangannya, Yosua yang bawahan Musa, Yosua si pengintai, dsb. Dengan kata lain, paradigma umat Israel mandek, tidak bertumbuh di dalam melihat Yosua. Kerangka berpikir demikian tentu tidak sehat, menghalangi pertumbuhan iman mereka dan bahkan menjadi batu sandungan bagi yang lainnya. Oleh karena itu di dalam Yosua 3: 7 dan Yosua 4: 14, TUHAN “menyejajarkan” peristiwa laut Teberau dan sungai Yordan, antara Musa dan Yosua. TUHAN mau memperlihatkan dan sekaligus menegaskan bahwa kedua orang ini adalah orang pilihannya dan haruslah orang-orang Israel takut dan gentar kepada Yosua sebagaimana Musa dahulu.
Dengan demikian, pada bagian kedua ini, sebagai orang-orang percaya kita kembali diingatkan bahwa kita pun seringkali memiliki paradigma seperti umat Israel. Sebagai seorang anak, orang tua, rekan sepelayanan, suami-istri, kita sering berpikir bahwa orang lain tidak berubah, mereka tetaplah diri mereka yang lama, mereka yang begini—mereka yang begitu, padahal, mereka telah jauh berubah. Kita menjadi orang Kristen yang kolot, kagetan, karena tidak dapat menerima perubahan. Oleh karena itu, penting sekali merubah paradigma kita, belajar melihat sebagaimana TUHAN melihat, sehingga kita semakin bertumbuh dan tidak menjadi penghalang orang lain untuk bertumbuh di dalam TUHAN.
C.Laut vs Sungai? Apa yang akan engkau akan warisakan? (Yosua 4: 1-24)
Yosua 4: 6-7 mengatakan “Supaya ini menjadi tanda di tengah-tengah kamu. Jika anak-anakmu bertanya di kemudian hari: Apakah artinya batu-batu ini bagi kamu? maka haruslah kamu katakan kepada mereka:…Sebab itu batu-batu ini akan menjadi tanda peringatan bagi orang Israel untuk selama-lamanya.” Hal serupa juga kembali diungkapkan di dalam Yosua 4: 22 dimana dikatakan “Dan berkatalah ia kepada orang Israel, demikian: Apabila di kemudian hari anak-anakmu bertanya kepada ayahnya: Apakah arti batu-batu ini? maka haruslah kamu beritahukan kepada anak-anakmu…….,” Peristiwa terbelahnya laut Teberau maupun sungai Yordan merupakan dua realitas hidup yang terjadi, tidak dapat dihindarkan di dalam kehidupan manusia. Laut Teberau maupun sungai Yordan merupakan rintangan dan halangan yang harus kita hadapai di dalam perjalanan iman kita menuju “Yerusalem Baru”, tanah perjanjian TUHAN. Namun, seharusnya, tantangan dan halangan ini kita hadapi secara berbeda karena kita bersama TUHAN, dan dari tantangan maupun halangan mestinya keluar sebuah tanda kebesaran dan kemuliaan-Nya yang dapat dilihat orang lain, bahkan menjadi warisan yang sangat berharga. Inilah yang menjadi pesan penting pada bagian yang ketiga ini untuk kita renungkan terus menerus di dalam kehidupan kita, bagaimana kita melihat dan menjalani rintangan-halangan, serta apakah dari kesulitan-kesulitan hidup yang kita alami keluar dari hidup kita sebuah keteladanan iman atau tidak! Apakah kita dapat menjadi contoh orang-orang percaya ketika menghadapi masalah ataupun tidak?
Pertanyaan Meditatif-Reflektif
1.Apakah kita telah mewariskan “tanda”, teladan iman kepada anak cucu, orang-orang terdekat, ketika kita berada pada titik terendah atau ketika dilanda berbagai rintangan yang bertubi-tubi?
2.Bagaimana perjalanan iman kita selama ini: apakah kita telah mempersiapkan diri dengan baik? Apakah selama ini di dalam dinamika iman kita telah berserah penuh atau seperlunya saja?
3. Apakah selama ini paradigma kita telah bertumbuh? Periksalah diri “apakah masih ada pemahaman ‘pokoknya, biasa begini-begitu, dia begini-begitu’?
Ev. Malemmita Peranginangin