Search

Pendalaman Alkitab Yehezkiel 5-6 - Sepertiga

Yehezkiel 5-6

John H. Hayes & Carl R. Holladay mengatakan bahwa penafsiran diperlukan untuk memahami teks suci yang memiliki jejaring yang sangat luas, kesenjangan-kesenjangan (zaman Alkitab & sekarang), yang tidak pernah terlepas dari suatu konteks tertentu, sarat akan makna dan simbol-simbol, sehingga dari zaman ke zaman lahirlah berbagai metode tafsir. Dan tentu saja, tujuan utama kelahiran berbagai metode tafsir ini bukanlah untuk memenuhi semua isi kepala dengan berbagai informasi, tetapi bermuara kepada pengenalan akan Allah, relasi dengan-Nya.

Menurut W.S Lasor dkk, menafsirkan kitab Yehezkiel tidak dapat dilakukan dengan satu metode tafsir tertentu saja, karena kitab ini selain penuh dengan nada profetik juga penuh dengan nada, alegorik, dan simbolik ataupun bisa disebut juga dengan penggambaran-penggambaran meskipun tidak terlalu sama persis artinya. Bagaimana Yehezkiel memperlihatkan gambar kemuliaan Allah dapat ditemukan di dalam Yehezkiel 1: 28 di mana dikatakan “Seperti busur pelangi, yang terlihat pada musim hujan di awan-awan, demikianlah kelihatan sinar yang mengelilinginya. Begitulah kelihatan gambar kemuliaan TUHAN. Tatkala aku melihatnya aku sembah sujud, lalu kudengar suara Dia yang berfirman”. Oleh sebab itu, karena banyaknya terdapat hal-hal simbolik di dalam Yehezkiel, maka di dalam kesempatan ini kita akan melihat Yehezkiel 5-6 melalui lensa ini, lensa simbolik, tentu saja tanpa menafikannya. Sebab tidak ada sebuah metode ataupun lensa yang mutlak di dalam melihat sebuah teks, semuanya tergantung dari jenis, bentuk, dan kebutuhannya. Teks adalah firman Tuhan, firman yang hidup, dan tentu untuk melihat sesuatu yang hidup tidak dapat dilakukan dengan memutlakkan satu cara tertentu bukan?

Di dalam pasal-pasal sebelumnya kita telah mendapat pelajaran yang penting berkenaan dengan panggilan Yehezkiel yakni dia tetap melakukan tugas panggilannya sekalipun tahu akan gagal, sekalipun umat Israel berkepala batu, pemberontak, sekalipun tidak ada yang memvalidasi panggilannya karena terlanjur dibuang ke dalam pembuangan. Di dalam usia akil balik Yehezkiel tetap melakukan tugas panggilannya dengan verifikasi dan validasi dari TUHAN, itu cukup, tidak perlu yang lain, dan tidak perlu apakah umat Israel mendengarkan ataupun tidak.

Yehezkiel melakukan tugas panggilannya sebagaimana nabi-nabi yang lain menyampaikan peringatan, menyampaikan firman TUHAN dan tindakan-tindakan profetik lainnya secara simbolik. Dan tindakan-tindakan simbolik ini menggambarkan apa yang telah terjadi, sedang terjadi maupun yang akan terjadi. Gerrit Singgih melalui bukunya “Yehezkiel” mengatakan bahwa tindakan simbolis bukan hanya sekedar ilustrsi, peragaan, penggambaran apa yang telah, sedang, dan yang akan terjadi, tetapi juga menyimbolkan semuanya dan menkonkretkannya.

Tindakan simbolik pertama dapat dilihat di dalam pasal 3:1-15, “Firman-Nya kepadaku: "Hai anak manusia, makanlah apa yang engkau lihat di sini; makanlah gulungan kitab ini dan pergilah, berbicaralah kepada kaum Israel." (ay. 1). Lantas apa maksudnya memakan gulungan dan apa sebenarnya isi gulungan kitab itu? Pada ayat sebelumnya telah dikatakan bahwa isinya adalah nyanyian-nyanyian ratapan, keluh kesah dan rintihan. Banyak penafsir mengatakan bahwa isi gulungan itu memperlihatkan apa yang terjadi bagi mereka yang keras hati, pemberontak, tidak mau mendengarkan firman Tuhan, dan oleh karena itu TUHAN dengan tegas mengatakan kepada Yehezkiel jangan seperti kaum pemberontak itu (aya. 8), tetapi harusnya dengan sungguh “memakan firman TUHAN”, menginternalisasikannya di dalam setiap sendi kehidupannya. “Memakan firman TUHAN” berarti merenungkannya, memeditasikannya dengan sungguh, mengolah, mengeramkannya, menjadi laku kehidupan kita setiap saat.

Tindakan simbolik kedua dapat dilihat di dalam pasal 4, di mana tindakan simbolik ini dituangkan di dalam beberapa tahapan sebagaimana yang telah dijelaskan Huang Mushi minggu yang lalu; mengukir di atas batu bata (peta) kota Yerusalem (melambangkan ketertawanan dan pembuangan Israel), berbaring sisi kiri 390 hari dan sisi kanan selama 40 hari (menarik perhatian, melambangkan penghukuman), dan tahap ketiga adalah, Yehezkiel diminta mengambil gandum, jelai, kacang merah kecil, jawan dan sokoi, semuanya ditaruh di dalam periuk dan diolah (dipanggang dengan kotoran manusia) menjadi roti, semuanya dijatah, termasuk minuman (memperlihatkan bagaimana keadaan umat Israel di dalam pembuangan, serba dijatah, dan tidak bebas (serba dijatah), berhubungan dengan “haram-halal-kemurnian).

Tindakan simbolik ketiga dapat dijumpai di dalam pasal 5: 1-4, “Dan engkau, anak manusia, ambillah sebilah pedang yang tajam dan pakailah itu sebagai pisau cukur tukang pangkas; cukurlah rambutmu dan janggutmu dengan itu; lalu ambillah sebuah timbangan dan bagi-bagilah rambutmu……..”. Jika kita telusuri bagaimana pembagian rambut-rambut yang dipotong itu dan apa maksudnya dapat kita temukan pada ayat 5-17. Di sana diperlihatkan bahwa rambut-rambut yang dibagi adalah sepertiga-sepertiga, dan tujuan pembagian tindakan simbolik ini adalah untuk memperlihatkan kengerian yang terjadi karena pembuangan yang dialami Israel, di mana mereka begitu menderita, harkat dan martabat mereka sebagai umat pilihan Tuhan diluluhlantahkan sebagaimana yang dicatat di dalam ayat 12-17 bahwa Allah El-Qana (Allah yang Cemburu)  menjatuhkan hukuman kepada umat-Nya; sepertiga daripada mereka akan mati kena sampar dan kelaparan, mereka akan menjadi reruntuhan dan buah celaan serta cercaan, bahkan binatang-binatang buas serta pedang akan memusnahkan mereka dan keturunannya. Semua kejadian ini disimbolikkan dengan pemotongan rambut dan janggut, di mana di dalam dunia Israel kuno memotong rambut dan janggut menandakan perkabungan atau hal-hal yang berkaitan dengannya atau bisa juga melambangkan penghinaan terhadap martabat manusia.

Pasal 5 benar-benar menggambarkan Allah yang pembalas (The Avenger) di mana pembalasan, penghukuman-Nya disimbolikkan. Menarikknya, walaupun pasal 6 merupakan kelanjutan dari penghukuman dari pasal 5, di pasal 6 hukuman tidak lagi disimbolikkan tetapi dikonkretkan, yakni Allah mengatakan perang. Kepada siapa dinyatakan hukuman ataupun perang? Ya! ke gunung-gunung, bukit-bukit, dan sejenisnya. Di dalam Yeh 6: 2-3 dikatakan “Hai anak manusia, tujukanlah mukamu ke gunung-gunung Israel dan bernubuatlah melawan mereka! Katakanlah: Hai gunung-gunung Israel, dengarkanlah firman Tuhan ALLAH! Beginilah firman Tuhan ALLAH kepada gunung-gunung dan bukit-bukit, kepada alur-alur sungai dan lembah-lembah: Sungguh, Aku akan mendatangkan perang atasmu dan Aku akan membinasakan bukit-bukit pengorbananmu”. 

Ternyata bukan kota Yerusalem saja yang kena penghukuman TUHAN, tetapi juga sekitarnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sasaran murka sebenarnya adalah bukan tempat, tetapi adalah orang-orangnya, apa yang dilakukan di sana, yakni di gunung-gunung maupun bukit pengorbanan itu. Bukit-bukit pengorbanan dalam bahasa ibrani adalah bamoth yakni tempat pemujaan berhala-berhala, tempat upacara pengorbanan binatang, dan kadang-kadang manusia (2 Raja 17, 23). Lalu pertanyaannya apakah hukuman kepada bamoth, Israel penyembah berhala itu sudah terjadi? Banyak penafsir setuju bahwa hal itu sudah terjadi pada masa reformasi Yosia. Bagaimana penghukuman yang diterima berhala-berhala dan para penyembahnya itu dapat dibaca kembali di dalam kisah Yosia ataupun di dalam Yehezkiel 6: 3-7, 11-14, mereka akan dibinasakan, mezbah-mezbahnya akan sunyi senyap, dan berbagai hal yang mengerikan lainnya.

Gambaran Allah yang penghukum ataupun pembalas (The Avenger) kembali ditegaskan di dalam pasal 6. Namun, jika kita telisik sebenarnya gambaran Allah yang pengampun, pemberi kesempatan (The Forgiver) juga nampak di dalam pasal 6 ini yakni pada ayat 8-9, di mana sebagian orang Israel akan diluputkan, dibiarkan hidup, diselamatkan, walaupun mereka adalah para pezinah, penyembah berhala. Jadi terdapat dua gambaran Allah yang dapat kita temukan di dalam bacaan hari ini, dan harusnya demikianlah kita melihat Allah sehingga kita tidak terlena dengan anugrah-Nya dan hidup sesuka hati. Gambaran Allah yang demikian juga sebenarnya nampak di dalam Perjanjian Baru. Secara garis besar, di dalam Injil-Injil memang memang ditunjukkan Kristus yang Pengampun (The Forgiver), tetapi di sisi lain jika kita perhatikan kitab Wahyu 19: 11-21 dengan seksama maka diperlihatkan juga kepada kita Kristus yang Pembalas (The Avenger).

Penting bagi setiap kita untuk melihat gambaran Allah secara seimbang, namun yang paling penting lagi adalah maksud dibalik gambaran Allah yang Pembalas maupun Pengampun itu adalah karena cinta kasih-Nya. Karena begitu besar cinta kasih-Nya kepada setiap lah maka terjadi pengampunan maupun pembasalan (penghukuman), dan oleh karena itu penting bagi setiap kita untuk terus dengan sungguh belajar firman-Nya, dengan sungguh datang kepada-Nya. Kita mesti senantiasa mengingatkan diri kita bahwa Dialah TUHAN semesta Alam, apa yang dirancang, direncanakan, dikatakan-Nya pasti terjadi. Di dalam bacaan kita hari ini hal ini ditegaskan-Nya dengan mengatakan “agar kamu/mereka mengetahui bahwa Akulah TUHAN….”.

Yehezkiel 5-6 mengingatkan kembali setiap kita bahwa; pertama, apa pun panggilan hidup kita, di dalam menggumuli dan menjalaninya bagaimana kita melibatkan Allah di dalamnya dan sesungguhnya yang paling penting yang harus kita lakukan adalah kita menghidupi panggilan kita dengan mencari perkenanan akan Dia, validasi atau verifikasi dari-Nya lah yang terpenting, bukan yang lain. Bagaimana dengan Anda! Selama ini ketika menggumuli dan menjalani panggilan hidup, validasi/perkenanan yang manakah engkau cari? Kedua, kita juga dinggatkan hal-hal simbolik yang kita lakukan entah apa pun itu, bisa berupa janji iman dengan sarana atau media apa pun, di dalam ritual peribadatan maupun kehidupan sehari-hari, hal itu bukan berarti hanya simbolis, tetapi juga lambang, gambar, harapan, yang pasti terjadi terjadi secara konkret. Ketiga, kita juga diingatkan agar tidak jatuh pada penyembahan berhala dalam bentuk apa pun, terdapat konsekuensi yang sangat mengerikan. Keempat, kita sekali lagi ditegaskan untuk melihat gambaran tentang Allah secara seimbang, dan melihat bahwa apa pun yang terjadi (hukuman ataupun pengampunan) itu semua karena cinta-Nya kepada setiap kita. Ia adalah TUHAN semesta alam, Iya dan Amin, melakukan sebagaimana yang difirmankan-Nya, apa yang dikatakan-Nya bukanlah cakap angin (Yeh 6: 10). Bagaimana dengan Anda! Bagaimana Anda memandang perkataan-firman-Nya, teguran-Nya di dalam kehidupanmu! Adakah engkau melihatnya benar-benar sungguh nyata seperti merasakan dinginnya es ataupun panasnya bara api di tanganmu ataukah engkau hanya menganggapnya sekedar informasi, warning yang tiada berbeda dengan peringatan lain dalam hidup, melihatnya hanya sebagai cakap angin?

Ev. Malemmita P.