Search

Pendalaman Alkitab TUHAN, Saya Mau Mengundurkan Diri

Yeremia 15

Yeremia 15 dapat dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama merupakan isi hati Allah kepada bangsa Israel yang sudah seharusnya diberitakan oleh Yeremia berupa murka Allah dan hukuman-Nya bagi Israel (Yer. 15:1-9). Kejahatan bangsa Israel terlampau besar sehingga Allah tidak mau berbalik kepada mereka (ay. 1) dan Allah tidak mau lagi menyesali penghukuman-Nya (ay. 6). Allah sudah muak dengan kejahatan Israel dan ingin menghukum Israel dengan keras (ay. 7-9). Isi hati Allah tentang Israel dan juga penghukuman-Nya ini diperdengarkan kepada Yeremia dan Allah menghendaki Yeremia untuk memberitakannya kepada Israel.

Bagian kedua merupakan curhatan Yeremia kepada Allah setelah ia memberitakan Firman Tuhan kepada bangsa Israel (Yer. 15:10-16). Perlu diingat bahwa pada saat itu kondisi Israel sedang baik-baik saja. Kehidupan ekonomi, sosial dan politik berjalan dengan lancar dan Israel sedang tidak berada dalam posisi yang terancam. Kehidupan di Israel berjalan secara normal tanpa ada hambatan atau bencana yang berarti. Tidaklah mengherankan jikalau ketika Yeremia memberitakan berita penghakiman Allah kepada bangsa Israel, Yeremia dianggap sebagai orang yang jahat (seolah-olah ia berhutang), menjadi perbantahan seluruh negeri (ay. 10) atau dalam bahasa lain menjadi “musuh publik” atau “musuh masyarakat.”

Hal ini membuat Yeremia menyesali hari kelahirannya dan merasa pelayanannya tidak berarti, ia merasa ia sudah melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh (ay. 11), tetapi respons bangsa Israel malah menolak. Yeremia mencurahkan isi hatinya kepada Allah secara autentik bahwa ia tidak menikmati pelayanannya dan ia meminta pembalasan bagi musuh-musuh-Nya (ay. 15).

Sementara itu, bagian ketiga ini merupakan kelanjutan dari bagian kedua yaitu curhatan Yeremia, namun curhatan Yeremia ini berada dalam berada dalam titik klimaksnya (Yer. 15:17-18). Yeremia merasa bahwa Allah membuat dirinya sendirian dan memenuhinya dengan geram (ay. 17). Ia merasa bahwa oleh karena Allah ia berada dalam titik yang sangat rendah. Lebih lanjut lagi, Yeremia bertanya mengapa ia terus menerus menderita dan Ia menganggap Allah sebagai sungai yang curang (literal: bengkok, tidak benar, palsu) yang tidak dapat dipercayai (ay. 18). Dapat dikatakan bahwa Yeremia ingin mengundurkan diri dari pelayanannya, ia mulai tidak percaya kepada Tuhan karena pelayanannya seperti tidak membuahkan hasil dan sangat menghabisi kekuatan jiwanya.

Yang terakhir, bagian keempat merupakan isi hati Allah kepada Yeremia. Allah tidak menjawab secara langsung permasalahan kepenatan Yeremia terhadap pergumulan hidupnya ataupun permintaan Yeremia untuk membalas penolakan Israel terhadap Yeremia. Yang Allah jawab secara langsung adalah supaya Yeremia kembali (NIV: repent atau “bertobat,” “berbalik arah”) menjadi pelayan Tuhan dan supaya Yeremia mengucapkan perkataan yang berharga, menjadi penyambung lidah Allah (ay. 19). Setelah Allah mengingatkan Yeremia untuk taat pada panggilan-Nya, barulah Allah memberikan jaminan penyelamatan baginya terhadap orang-orang Israel yang jahat dan hendak memerangi Yeremia (ay. 20-21).

Ada beberapa hal yang bisa dipelajari dan direnungkan oleh kita sebagai orang Kristen dalam Yeremia 15.

Pertama, Penderitaan dapat membuat orang Kristen “undur diri” adalah hal yang wajar dalam diri orang Kristen. Penderitaan dalam hal ini diartikan sebagai kesulitan yang kita hadapi karena kita melakukan apa yang benar, yang dikehendaki Tuhan. Jikalau dunia membenci Yesus, maka dunia pasti akan membenci mereka yang mengikuti teladan dan prinsip hidup Yesus. Kita adalah orang-orang yang mengikut Yesus, ini berarti kita juga secara otomatis akan dibenci oleh dunia, karena dunia memiliki prinsip yang berbeda dengan Kristus.

Ketika kita memberitakan kebenaran, kita akan mengalami penolakan karena dunia ini menolak kebenaran. Lagipula, dunia ini sudah jatuh ke dalam dosa, artinya dunia ini tidak mengenal Allah. Misalnya ketika kita menyuarakan penolakan terhadap LGBT karena Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27), maka tidak mengherankan jikalau dunia merasa kita “sok suci” sebab pemahaman dunia ini memang tidak berasal dari Allah.

Kedua, dalam merespons penderitaan atau pergumulan hidup, orang percaya perlu untuk memiliki sikap yang autentik di hadapan Tuhan dan kerinduan untuk taat pada panggilan-Nya. Autentik merupakan sikap apa adanya di hadapan Tuhan ketika mengalami pergumulan. Ini berarti kita bisa cerita kepada Tuhan kegelisahan kita, kelelahan kita ketika kita bersaksi, penolakan yang kita alami. Kita perlu mengetahui bahwa Allah kita adalah Allah yang mendengarkan tangisan kita, rintihan hati kita, pergumulan kita yang begitu berat karena kita adalah anak-anak-Nya yang dikasihi-Nya. Yeremia bisa berdoa dengan begitu lepas karena ia mengenal Tuhan sebagai Allah yang mendengarkan.

Tidak hanya bersikap autentik, orang Kristen perlu taat kepada apa yang menjadi kehendak Allah. Tuhan berkata bahwa “jika engkau mau kembali, Aku akan mengembalikan engkau menjadi pelayan di hadapan-Ku, dan jika engkau mengucapkan apa yang berharga dan tidak hina, maka engkau akan menjadi penyambung lidah bagi-Ku” (ay. 19). Bagi Tuhan, yang paling penting yang perlu dilakukan umat-Nya adalah untuk tetap menaati apa yang menjadi kehendak-Nya. Tuhan mengajarkan Yeremia bahwa yang paling ia perlu perhatikan bukanlah kesengsaraannya ataupun pembelaan Tuhan terhadapnya, tetapi ketaatan terhadap panggilan Tuhan.

Ketiga, Pergumulan hidup dapat membuat kita jauh dari Tuhan dan tidak percaya pada-Nya. Pergumulan hidup dapat membuat kita “undur diri” dari pelayanan. Ketika kita larut dalam keputusasaan, hal ini bisa menjadi dosa tersendiri karena pada akhirnya kita tidak percaya akan kebaikan dan anugerah Tuhan. Padahal Allah memelihara hidup kita dan memberikan janji-Nya bagi kita bahwa Ia akan membela kita. Perasaan keterpurukan ini justru rentan membuat kita tidak beriman kepada Tuhan. Tentu saja kita perlu curhat dan meratap kepada Tuhan, tapi kita tidak boleh mundur dari kehendak-Nya. Pergumulan hidup jangan sampai membuat kita berhenti mengikuti panggilan-Nya, tapi mendorong kita mencari kehadiran-Nya dalam hidup.

Hal ini menjadi sebuah hal yang penting untuk diingat karena sekalipun kita pernah berjumpa dengan Allah di dalam masa lalu, ini tidak berarti kita pasti bisa terus menerus menikmati relasi dengan-Nya. Dikatakan bahwa “apabila aku bertemu dengan perkataan-Mu, maka aku menikmatinya” (ay. 16). Kendati demikian, Yeremia kesulitan untuk menikmati perjalanannya dalam melakukan panggilan Tuhan. Apakah Yeremia berdosa dan tidak taat? Tidak juga sebetulnya, tetapi Yeremia seperti mengalami keraguan di dalam menjalankan panggilan Tuhan dan lebih berfokus pada dirinya sendiri. Dalam hal ini, Tuhan meminta Yeremia untuk kembali kepada-Nya dan menaati perintah-Nya.

Keempat, ketika kita taat kepada kehendak Tuhan, Tuhan yang akan membela dan memelihara kehidupan kita. Yeremia 15:19-21 menegaskan bahwa yang pertama Allah nyatakan kepada Yeremia adalah supaya ia kembali kepada Allah. Allah tidak berkata “Aku sangat mengerti pergumulanmu.” Ini berarti yang paling penting adalah sikap hati kita kepada Tuhan, ketimbang pemeliharaan atau pembelaan di dalam penderitaan kita. Ketaatan terhadap Tuhan itu mendahului pemeliharaan dan penyertaan-Nya. Mengapa demikian? Katakanlah Tuhan menghendaki kita untuk pergi ke Tanjung Pinang dan ia memberikan jaminan penyertaan untuk pergi ke Pelabuhan Punggur. Apa gunanya pemeliharaan dan berkat yang Tuhan berikan kepada kita jikalau ternyata kita malah pergi ke Harbour Bay ke arah Singapura/Malaysia? Sebaliknya, jikalau kita pergi ke Punggur, sekalipun ada gempa bumi, tsunami atau pun hambatan berat lainnya, Tuhan akan memelihara kita. Allah akan memelihara perjalanan kita sejauh kita berjalan di dalam rencana-Nya. Dan ketika kita taat, tidak peduli seberapa besar hambatan yang kita alami, kita sungguh aman di dalam tangan kasih-Nya.

Pergumulan hidup dapat membuat kita ingin mengundurkan diri di hadapan Tuhan. Ketika kita bersaksi bagi Tuhan dan kita mengalami penolakan, mungkin sekali bagi kita untuk mengalami kepenatan. Kita mulai menyalahkan Tuhan bahkan menganggap Tuhan tidak lagi bisa dipercayai. Di dalam kondisi yang sulit, Tuhan menghendaki kita untuk bersikap apa adanya dan membawa pergumulan kita di hadapan-Nya. Tetapi lebih daripada sekadar lebih daripada sekadar menceritakan isi hati kita kepada Allah, kita perlu mendengarkan dan menaati apa yang menjadi isi hati Allah kepada kita. Yang Allah inginkan dari kita bukanlah sekadar kelepasan dari penderitaan tetapi hati yang terus tertuju kepada-Nya.

Bukankah penderitaan adalah sarana yang Allah pakai supaya kita semakin mengenal-Nya? Bukankah juga penderitaan karena melakukan kebenaran adalah sebuah anugerah dan kesempatan untuk meneladani Yesus Kristus yang menderita dan mati bagi kita (1 Pet. 2:20-21)? Ketika kita ingin berhenti mencari Tuhan dalam kesesakan hidup, berhenti melakukan kehendak-Nya, ketika kita ingin mengundurkan diri dari perjalanan iman, ingatlah bahwa Tuhan mengerti dan mendengar pergumulan kita, tetapi Tuhan ingin kita untuk kembali kepada-Nya dan menaati kehendak-Nya. Tuhan ingin kita untuk terus berjalan di dalam kebenaran-Nya sekalipun jalannya begitu sulit dan pada akhirnya Ia sendiri yang akan menjamin keamanan dan kekuatan yang diperlukan untuk menjalaninya.


Sdr. Gideon Gunothama