Search

Pendalaman Alkitab Persembahan Persepuluhan

Maleakhi 3

Bagi gereja-gereja tertentu pembicaraan tentang persepuluhan sangat jarang dilakukan bahkan ada sebagian gereja tidak pernah menyinggungnya. Hal ini karena seringkali pembicaraan mengenai topik ini berakhir dilema karena berbagai hal dan alasan. Satu sisi karena memang ada ayat-ayat firman Tuhan yang membahasnya dan mewajibkan orang-orang percaya untuk memberikan persepuluhan, tetapi di sisi yang lain ada juga firman Tuhan yang menganggap bahwa persembahan ini selayaknya persembahan-persembahan lain yakni persembahan-persembahan kudus ataupun persembahan-persembahan khusus (Imamat 18: 1-32).

Namun, walau terdapat banyak gereja yang enggan membicarakan topik ini, sebaliknya terdapat juga begitu banyak gereja-gereja maupun hamba Tuhan yang terlalu sering membicarakannya. Saya masih ingat ketika tahun 2004 yang lalu saya pernah bergerja di gereja X, dan di sana tiap minggu disebutkan tentang persembahan persepuluhan. Kata-kata “jika engkau memberikan ini itu maka Tuhan akan mambalas berkali-kali lipat” itu terus terngiang sampai sekarang ini.

Sangat menyedihkan karena persembahan dijadikan sebagai alat transaksional “saya memberi dan saya akan menerima”. Ini adalah pemikiran yang jauh dari kebenaran mengenai arti persembahan. Sebab persembahan bukanlah berkenaan dengan hal-hal materi saja. Lagipula secara etimologi saja kata persembahan berasal dari kata sembah:  pernyataan hormat dan khidmat, simpuh,  sujud, sungkem, sebagai hadiah,  pemberian, penyerahan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa persembahan adalah bagian dari ibadah bahkan ibadah itu sendiri, sehingga bagaimana kehidupan ibadah seseorang akan terlihat dari bagaimana ia memberikan persembahan baik materi ataupun non materi.

Maleakhi 3: 10 mengatakan “Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”. Ayat ini seringkali dijadikan ayat sakti untuk persembahan persepuluhan. Oleh karena itu ayat ini harus dikulik dengan baik sehingga terlihat dengan jelas apa sebenarnya maksud yang hendak disampaikan dan sebagai pembaca zaman sekarang kita mengerti benar bagaimana seharusnya kita melihat persepuluhan.

Perlu kita ketahui bahwa dalam membaca sebuah teks dan menggali makna sebenarnya maka teks (firman Tuhan) mestilah terlebih dahulu berbicara sesuai konteksnya dan kemudian dilihat secara holistic baru kemudian ditarik relevansinya kepada kita pembaca zaman sekarang ini. Dengan kata lain, teks tidak dapat serta merta kita berangus dan langsung kita tarik untuk berbicara kepada setiap kita. Cara baca demikian secara hermeneutic jauh dari pada kebenaran. Bahkan dapat dikatakan bahwa cara yang demikian tidak menghormati teks sebagai firman Allah, sehingga teks menjadi legalis, dan menjadi pembenaran argumentasi. Padahal teks adalah firman Allah, berarti hidup, berarti dapat berbicara. Oleh karena itu di dalam melihat sebuah teks maka kita biarkan Ia berbicara terlebih dahulu pada dan sesuai dirinya sendiri, sesuai dengan apa yang hendak disampaikan sesuai konteksnya.

Malekhi 3: 10 memang berbicara tentang persembahan persepuluhan, tetapi persembahan yang berkesesuaian dengan konteksnya. Dan untuk membahas persembahan persepuluhan tentu refrensi harus dilihat secara holistic. Dengan kata lain, jika memang hendak secara detail membicarakan persepuluhan maka harus diperiksa teks-teks  yang berbicara tentang persepuluhan mulai dari PL hingga PB, sehingga tertemu penggalian persepuluhan secara bernas, tidak cukup hanya dari kitab Malekhi.

Lalu apa sebenarnya yang menjadi konteks kitab Maleakhi? Secara garis besar konteks dan latar belakang kitab Maleakhi jika diungkapkan di dalam pribahasa maka akan berbunyi “air susu di balas air tuba”. Kitab Maleakhi dengan jelas memperlihatkan bahwa Cinta, kebaikan, kasih sayang Tuhan, pemeliharaan-Nya dan campur tangan-Nya dibalas Israel dengan ke-apatisan, kebobrokan dan kejahatan: Ibadah hanya formalitas, persembahan (persepuluhan) asal-asalan. Umat dengan sengaja melanggar berbagai perintah Allah dengan hidup berkawin-cerai (campur), dan pelayanannya tidak lagi berorientasi pada Allah, serta ketiadaan hormat bagi Allah, dan umat Israel senang dengan mencari pembenaran diri. Bahkan kehidupan para imam sangat bobrok sehingga Tuhan mengatakan bahwa jika para iman tidak mendengarkan dan bertobat mereka juga akan dibinasakan (Mal 2: 1-9).

Hal-hal di atas hanya sebagian kecil contoh-contoh kebobrokan kehidupan umat Israel. jika kit abaca mulai dari Maleakhi pasal 1 sampai dengan pasal 4 maka akan terlihat bagaimana najisnya dan bobroknya bangsa tersebut. Intinya adalah, pada saat itu, pasca pembuangan, kehidupan umat sangat memprihatinkan, mereka mengalami tidak hanya krisis identitas tetapi juga krisis spiritual. Para imam dan pemimpin agama hidup menurut  jalan dan pikiran mereka sendiri, serta telah menyimpang dari kebenaran Allah. Dan akhirnya kebobrokan serta ketiadaan relasi ini menghancurkan dan memporak-porandakan hidup mereka. Kemungkinan besar karena sikap hidup keagamaan umat Israel asal-asalan, dan dalam memberikan persembahan pun mereka asal-asalan maka, selain krisis spiritual, sudah banyak para aktivis yakni para imam dan keturunan Lewi yang telah undur diri sehingga pekerjaan dan pelayanan peribadatan pun terganggu. Oleh karena itu pada Malekhi 3: 3-4 dikatakan “Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia mentahirkan orang Lewi, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, supaya mereka menjadi orang-orang yang mempersembahkan korban yang benar kepada TUHAN. Maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah”. 

Jadi berdasarkan konteks inilah maka diserukan untuk memberikan persembahan persepuluhan kepada umat Israel untuk menanggulangi kebobrokan hidup maupun spiritualitas yang telah terjadi. Dengan adanya persembahan persepuluhan yang memang itu adalah perintah dari Tuhan, maka kehidupan peribadatan dan spiritualitas pun dapat kembali berjalan. Para iman dan suku Lewi boleh kembali melayani sebagaimana sebelumnya. Dan tentu saja, penyinggungan tentang persembahan persepuluhan di dalam Maleakhi ini tidak dimaksudkan sebagai hal yang baru. Sebab kata bawalah persembahan persepuluhan itu berjenis imperfect, berati yang dibicarakan adalah mengenai persembahan persepuluhan yang telah ada sebelum-sebelumnya. Telah ada kapan? Ya tentu saja semenjak zaman nenek moyang Israel semenjak zaman Abraham (Kej 14: 20, Kej 28: 20-22, Imamat 27, Bilangan 18, Ulangan 12 & 14, dsb.

Di zaman-zaman nenek moyang Israel persembahan persepuluhan tidaklah mengikat dan persembahan persepuluhan juga dilakukan oleh orang-orang Asia Barat Daya kuno sebagai bentuk ucapan syukur. Jadi persembahan persepuluhan tidak terlepas juga dari tradisi maupun budaya. Di dalam Kej 14: 20 Abraham tidak berkewajiban memberikan persepuluhan kepada Melkisedek, raja shalom, tetapi karena mengucap syukur atas apa yang dilakukan Allah padanya ia pun memberikannya dengan sukarela. Di dalam Kej 28: 20-22 juga dikatakan bahwa Yakub memberikan persembahan persepuluhan karena nazarnya, berarti kerelaan, bukan kewajiban dan paksaan. Ini berarti pada awalnya persembahan persepuluhan memang bukan  sebuah keharusan, tetapi sebuah janji iman dan laku spiritualitas. Mengapa begini karena tentu saja karena bapa-bapa leluhur dan orang-orang percaya pada waktu itu jumlahnya masih sedikit sehingga tanpa dimanajemen pun kehidupan komunitas akan tetap berjalan. Hal ini berbeda setelah kehidupan bapa-bapa leluhur sebab komunitas orang-orang percaya tadinya yang segelintir orang saja telah menjadi sebuah bangsa yang besar.

Persembahan persepuluhan ditinjau dari tradisi keimamatan atau Taurat berbeda dengan zaman bapa-bapa leluhur sebelumnya. Di dalam Bilangan 18: 20-21 dikatakan “TUHAN berfirman kepada Harun: "Di negeri mereka engkau tidak akan mendapat milik pusaka dan tidak akan beroleh bagian di tengah-tengah mereka; Akulah bagianmu dan milik pusakamu di tengah-tengah orang Israel. Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan”. Di sini pesembahan persepuluhan bersifat sukarela mengikat sebab Israel telah menjadi sebuah bangsa yang besar dan perlu dimanajemen mengenai pengelolaan peribadatan dan keagamaanya. Agar kehidupan spritulitas umat terjaga, agar relasinya dengan Tuhan dapat dibangun. Dan di sini bani Lewi dan keturunan Harunlah yang dipilih Tuhan untuk mengola peribadatan dan jalannya penatalayan. Mereka tidak mendapat bagian pusaka Israel, tetapi Tuhanlah bagian mereka, dan persembahan persepuluhan yang untuk Tuhan digunakan untuk kehidupan mereka.

Tradisi persembahan persepuluhan inilah yang kemudian kita lihat di dalam kitab Maleakhi 3: 10 tadi. Sehingga jika kita bertanya apakah persembahan persepuluhan itu wajjib atau tidak maka jawabannya juga iya dan tidak sebagaimana telah dijelakan panjang lebar di atas. Namun yang jelas adalah spirit persembahan persepuluhan ini mestilah dengan kerelaan, karena bagaimana pun persepuluhan ini adalah persembahan, dan persembahan adalah ibadah, dan tentu tentu ibadah yang benar didasari cinta kasih, syukur, dan kerelaan. Oleh karena itu, walaupun dapat dikatakan bahwa persembahan persepuluhan merupakan ketetapan, tetapi bagi yang tidak mampu tentu tidak harus memaksakan diri. Sebab bagaimana pun persembahan persepuluhan adalah persembahan, dan persembahan dapat diberikan kepada Tuhan dalam bentuk apa pun, bisa persembahan waktu, tenaga, keahlian, dsb.

Jika kita membaca Mal 3 dengan sepotong yakni hanya melihat Mal 3 saja maka memang terkesan bahwa persembahan persepuluhan ini adalah sorotan utama, tetapi akan berbeda jika kita lihat secara keseluruhan. Maleakhi 3: 6-7b mengatakan “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap. Sejak zaman nenek moyangmu kamu telah menyimpang  dari ketetapan-Ku dan tidak memeliharanya. Kembalilah kepada-Ku, maka Aku akan kembali kepadamu, firman TUHAN semesta alam….

Di sini diperlihatkan dengan jelas keadaan umat Israel sebagaimana dijelaskan pada bagian awal tadi bahwa kehidupan umat Israel semenjak nenek moyang mereka telah menyimpang dari ketetapan Tuhan dan tidak memeliharanya. Dan sini juga diperlihatkan bahwa Ia adalah TUHAN yang setia dan tidak berubah. Ia tidak mau umat Israel larut dalam kebobrokan dosanya sehingga Ia meminta umat kembali. Dan untuk kembali maka umat harus hidup di dalam pertobatan yang salah satunya nampak dari bagimana ibadah mereka melalui persembahan mereka. Persembahan persepuluhan ini selain memang ketetapan Tuhan untuk menjaga dan mengelola gereja-Nya melalui orang-orang tertentu, tetapi juga sebagai disiplin spiritual umat di dalam peribadatannya.

Hidup kita adalah milik Tuhan, dan semuanya adalah titipan belaka, sehingga mestinya seluruh kepunyaan kita adalah kepunyaan-Nya, sehingga mestinya bukan hal yang aneh jika kita mengembalikan apa yang menjadi miliki-Nya bukan? Oleh karena itu jika kita berbicara mengenai persembahan ataupun persembahan persepuluhan maka harusnya tidak hanya sepersepuluh kita persembahkan tetapi seluruh hidup kita, hati, harta miliki kepunyaan kita. Berdasarkan hal ini banyak juga yang mempersembahan persembahan persepuluhan sebagai persembahan khusus ataupun persembahan syukur bulanan. Hal ini tentu tidak masalah. Sebab persembahan bukanlah sebuah ritual ataupun aktivitas tetapi persembahan adalah ibadah, persembahan kita (materi dan non materi) menggambarkan bagaimana relasi kita dengan-Nya.

Hari ini kita belajar beberapa hal penting bahwa Persembahan perpuluhan merupakan perintah Tuhan. Hak-Nya yang dikembalikan kepada-Nya. Persembahan persepuluhan merupakan bentuk kesadaran diri dan sikap yang benar terhadap pengelolaan berkat, Tuhan sebagai Sang Pemilik. Dan, jika dilakukan maka persembahan perpuluhan harus dilakukan secara konsisten (disiplin rohani), dengan kesukarelaan dan ucapan syukur, yang mengingatkan dan mengajar setiap kita untuk selalu mengutamakan Allah di dalam hidup kita.

Kita juga diingatkan bahwa persembahan perpuluhan merupakan ibadah/sebuah jalan spiritualitas; sebagai bentuk ketaataan, percaya dan bersandar pada pemeliharaan Tuhan (Mal 3: 10-11), yang mendatangkan kebahagiaan (Mal 3: 12), yang merupakan salah satu indikator pemilihan dan pemilahan terhadap orang benar & fasik (Mal 3:18). Oleh karena itu persembahan persepuluhan harus berangkat dari kerendahan hati, ketulusan dan kesadaran untuk berbagi kasih. Dan persepuluhan tidak hanya sebagai salah satu latihan dan ekspresi kerohanian sejati mengenai sikap terhadap kepemilikan yang berdampak signifikan terhadap pelayanan gereja, tetapi juga sebagai perpanjangan tangan Tuhan untuk memerhatikan orang-orang yang “termarginalkan.” Kiranya kita boleh mempersembahkan hidup kita sebagai persembahan yang hidup dan berkenan kepada-Nya karena itu adalah ibadah kita yang sejati (Roma 12: 1). Oleh karena itu mari kita memberikan persembahan setiap hari di dalam kehidupan kita, entah itu melalui jenis dan bentuk persembahan apa pun sebagai bentuk ungkapan syukur dan relasi kita dengan Allah!

Ev. Malemmita