Search

Pendalaman Alkitab Pemimpin yang Mengikuti TUHAN

Yeremia 26-27
 

Hal pertama yang dapat dilihat adalah konteks saat Yeremia mendengarkan Firman TUHAN. Yeremia berkhotbah pada pemerintahan raja Yoyakim. Kita tahu bahwa Yoyakim merupakan raja yang jahat. Sementara itu coba kita cari apa yang menjadi konteks Yeremia memberitakan Firman TUHAN. Siapa saja yang mendengarkan? Penduduk segala kota Yehuda di Rumah TUHAN. Ini artinya Yeremia berbicara kepada semua orang di sana, termasuk para imam, para nabi dan seluruh rakyat (26:7). Hamba TUHAN, majelis, jemaat itu semua hadir dalam kotbah Yeremia di gereja.

Apa yang menjadi pesan TUHAN buat Yeremia? Ada di pasal 26 ayat 4-6. Dapat dilihat dengan jelas penekanan pesan TUHAN kepada Yeremia. “Jika kamu tidak mau MENDENGARKAN Aku, tidak mau MENGIKUTI TAURAT-KU…. Tidak mau MENDENGARKAN perkataan hamba-hamba-Ku… kamu tidak mau MENDENGARKAN.” Dapat terlihat jelas bahwa yang TUHAN tekankan adalah mendengarkan-Nya, suara nabi-nabi-Nya dan Taurat-Nya.

Apa yang kita rasakan dan pahami ketika kita mendengarkan kata “mendengarkan?” Mendengarkan dalam bahasa Ibrani itu disebut shema. Shema ini konsepnya adalah mendengarkan dalam pengertian memperhatikan dengan saksama, tapi bukan hanya menerima informasi secara hati-hati tetapi berakhir dalam sebuah tindakan, ketundukan dan ketaatan. Ini berarti mendengarkan bukan hanya sekadar fokus tapi merespons dari apa yang sudah didengar. Inilah mengapa di dalam ayat 4-6 TUHAN tidak hanya berbicara tentang MENDENGARKAN Aku tapi MENGIKUTI Taurat-Ku. TUHAN menuntut umat-Nya juga untuk mengikuti Taurat-Nya; mendengarkan harus berakhir dalam tindakan ketaatan. Mendengarkan pesan TUHAN dilanjutkan dengan mengikuti pesan TUHAN.

Di dalam perikop yang kita baca, melakukan shema sebetulnya bersifat beragam. Bagi Yeremia, shema adalah mendengarkan pesan TUHAN dan memberitakannya kepada Israel tanpa mengurangi sepatah katapun (26:2) sebagai nabi TUHAN yang bertanggung jawab penuh kepada-Nya (26:12, 15). “Shema” dalam konteks Yeremia tidaklah lengkap hanya kalau ia mendengarkan TUHAN tanpa memberitakan pesan-Nya kepada umat Israel.

Bagi bangsa Israel, shema adalah berbalik dari kehidupan mereka yang berdosa, memperbaiki tingkah laku dan perbuatan dan mendengar suara TUHAN (26:13). Bagi tua-tua Israel, mendengarkan suara TUHAN adalah untuk mengingatkan rakyat bahwa Yeremia merupakan nabi TUHAN dan tidak pantas mendapat hukuman mati (26:16). Mengapa? Karena setelah mendengarkan bahwa nasib bangsa Israel akan seperti Silo (26:9), orang Israel tidak percaya dan menganggap Yeremia sebagai pengajar sesat, di saat dia menyampaikan pesan TUHAN. Silo ini menjadi penting karena Silo merupakan tempat ibadah Israel, namun sudah menjadi reruntuhan semenjak serangan Filistin.

Sisi lain yang berlawanan dari mendengarkan suara TUHAN adalah tidak mendengarkan suara TUHAN atau mendengarkan suara yang bertentangan dengan-Nya. Dalam pasal 27, suara yang ingin TUHAN sampaikan adalah bahwa Ia akan memakai Nebukadnezar supaya bangsa-bangsa tunduk padanya (ay. 7-8). Bangsa Israel harus tunduk pada Babel supaya mereka bisa selamat (ay. 11, 17) dan tidak mendengar nabi palsu (ay. 9, 14) yang mengatakan bahwa mereka tidak boleh tunduk pada Babel. Yeremia mengatakan ini kepada Zedekia (ay. 12) dan juga seluruh rakyat serta para imam (ay. 16)

Maka yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Yeremia melarang nabi-nabi palsu? Apakah yang benar-benar salah dari nabi palsu itu? Pertama, pesan nabi palsu. Nabi palsu berpesan bahwa “jangan mau takluk dengan raja Babel” (ay. 9) dan “tidak lama lagi perlengkapan Rumah TUHAN akan dibawa kembali dari Babel” (ay. 16). Ini jelas bertentangan dengan apa yang menjadi suara TUHAN.

Kedua, di ayat 9 Yeremia melarang bangsa Israel untuk mendengarkan nabi-nabi, juru tenung, juru mimpi, tukang ramal dan tukang sihir. Bagi TUHAN penenung, peramal dan penyihir itu merupakan kejijikan bagi TUHAN (Ul. 18:10) dan nabi-nabi atau pemimpi yang tidak mengarahkan orang pada TUHAN yang benar itu hukumnya layak dihukum mati (Ul. 13:6). Mereka bukan berasal dari TUHAN. Bagi kita dalam konteks kekinian, indikasi seorang nabi palsu adalah ketika mereka tidak bernubuat atas dasar kebenaran Firman TUHAN.

Ini membuat kita sangat amat berhati-hati ketika kita mendengarkan Firman TUHAN atau suara TUHAN. Nabi-nabi palsu mengira mereka menyuarakan kebenaran tapi mereka sangat jauh dari kebenaran TUHAN dan Taurat-Nya. Mereka yang memberitakan yang bukan Firman TUHAN akan dihukum oleh TUHAN karena menyesatkan umat-Nya.

Namun jikalau kita mendengar suara TUHAN melalui Firman-Nya, dan suara-Nya yang mengundang pertobatan, apa yang terpikir dan terasa oleh kita? Takut? Senang? Bingung? Teduh?

Ketika kita mendengar seruan pertobatan TUHAN dalam Firman-Nya, kita bisa saja merasa ketakutan dan bingung. Di satu sisi kita sadar bahwa kita tidak kudus di hadapan-Nya, di satu sisi ada kebingungan akan apa yang harus dilakukan kepada-Nya. Apakah TUHAN kita TUHAN yang tetap marah ketika kita sudah berbalik kepada-Nya dan tetap menghukum kita? Menarik sekali di dalam Yeremia 26, kata menyesal yang dikaitkan dengan TUHAN itu muncul tiga kali, dalam ayat 3, 13 dan 19. Ini menjadi penting karena Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa Dia menyesal atas malapetaka yang Ia rancangkan kalau mereka bertobat (ay. 3). Berita ini juga dikhotbahkan oleh Yeremia, bangsa Israel dituntut untuk bertobat supaya TUHAN menyesal (ay. 13).

Namun yang tidak kalah penting adalah terdapat rekam jejak sejarah bahwa mereka yang bertobat, ternyata TUHAN menyesal dan membatalkan penghakiman-Nya. Ini terjadi pada zaman raja Hizkia, yang berbalik kepada TUHAN dan memohon belas kasihan-Nya supaya TUHAN menyesal (ay. 19). Artinya apa? TUHAN mengetahui pertobatan kita, TUHAN mengetahui kalau kita berbalik kepada-Nya.

Ini menjadi kebenaran yang penting karena ketika kita sungguh-sungguh bertobat dan kembali kepada TUHAN, kita bisa tetap mengalami ketakutan karena kita berpikir bahwa kita tidak punya kepastian apakah TUHAN akan menerima kita atau tidak. Kenyataan yang benar adalah TUHAN mengetahui hal itu.

Satu hal yang bisa direnungkan bersama adalah apa yang TUHAN tanamkan dan katakan dalam diri kita yang penting untuk kita lakukan? Hal ini bisa macam-macam dan berbeda-beda bagi kita tergantung dari pergumulan kita. Mungkin bisa jadi TUHAN sedang menggerakkan kita untuk menegur saudara kita, sama seperti TUHAN memanggil Yeremia untuk menyuarakan pertobatan kepada Israel. Mungkin juga TUHAN sedang menggerakkan kita untuk berbalik dari kebiasaan kita yang buruk dan berdosa, kemalasan, kecenderungan untuk memberitakan kebohongan, kecintaan kita yang besar kepada uang dan diri sendiri. Mungkin juga TUHAN sedang mengerakkan kita untuk membantu saudara seiman kita yang sedang mengalami kesulitan atau pergumulan. Mungkin juga TUHAN menggerakkan kita untuk berdiam diri di hadapan-Nya dan menikmati hadirat-Nya supaya kita menikmati keteduhan di dalam-Nya.

Bisa jadi dalam menaati suara TUHAN kita mengalami banyak dinamika. Ada kalanya perjalanan kita dalam menaati kehendak TUHAN sama seperti nabi Yeremia, di mana ia sempat diinginkan oleh rakyat untuk dihukum mati karena seolah-olah ia memberitakan nubuat palsu. Tetapi apa yang terjadi? TUHAN melindungi Yeremia melalui suara tua-tua Israel dan rakyat Israel sehingga ia tidak mati, serta melalui Ahikam (26:24). Tetapi perjalanan kita bisa saja seperti nabi Uria, yang sama-sama memberitakan Firman TUHAN dengan setia seperti Yeremia, tetapi nasibnya tidak seberuntung Yeremia. Uria mati di tangan raja Yoyakim.

Apakah ini berarti Uria tidak setia atau TUHAN lebih memilih Yeremia daripada Uria? Tidak juga, karena apa yang Uria nubuatkan itu sama seperti yang Yeremia nubuatkan. Di dalam kacamata TUHAN, ketaatan kita terhadap suara-Nya adalah yang paling berharga. Kalau dikaitkan kepada kita sebagai orang Kristen yang percaya pada Kristus Yesus, maukah kita mengiring Yesus sampai ke salib-Nya sebagaimana Ia sudah kerjakan itu bagi kita? Tanpa ketaatan Kristus yang sempurna, kita tidak mungkin bisa berdiri di hadapan TUHAN dan mengikut-Nya.

Mendengarkan tidaklah komplit tanpa mengikuti apa yang menjadi kerinduan TUHAN. Tentu saja jangan sampai kita melakukan apa yang keliru di hadapan TUHAN karena kita tidak mengenal Firman-Nya seperti nabi palsu, tapi jangan sampai kita juga seperti bangsa Israel yang sudah mendengar suara TUHAN dengan jelas tapi tidak melakukan Firman TUHAN, tidak berbalik kepada-Nya dan tetap mengikuti jalan kesesatan mereka.

Ingat juga bahwa TUHAN memberikan kita anugerah dan tuntunan-Nya yang cukup ketika kita berjuang untuk mendengar dan menaati suara-Nya. Ingat bahwa Kristus Yesus berkata kepada kita “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh. 10:27-28). Ketika kita tahu bahwa TUHAN mengenal kita dan menjamin hidup kita, maka kita bisa melangkah dengan penuh ketaatan dan keyakinan dalam mengikuti kehendak-Nya.


Sdr. Gideon Gunothama