Pendalaman Alkitab Lebih Buruk dari Kematian
Yeremia 19
Menurut W.S Lasor, dkk, selain bergenre narasi, kitab Yeremia juga bergenre sastra yakni puisi dan prosa (bentuk prosa lebih bebas, tidak terikat irama, matra, rima), khususnya prosa-prosa yang berbau nubuatan. Bacaan kita dari Yeremia 19 hari ini merupakan keberlanjutan dari pasal 18 sebelumnya mengenai kisah periuk dan pejunananya, dan jelas bahwa pasal 18 juga mengandung sastra prosa sebab kalimat-kalimat yang disampaikan sangat puitis. Salah satu contohnya adalah ketika TUHAN mengatakan sendiri tentang umat Israel demikian;
Mungkinkah salju libanon mencair, meninggalkan lerengnya yang berbatu?
Mungkinkah air gunung yang sejuk akan mengering? (Yer 18: 14)
Kalimat puitis ini hendak mungungkapkan sesuatu yang mestinya tidak mungkin tetapi menjadi mungkin karena kekerasan hati manusia. Bahwa tidak mungkin ada kata terlambat bagi umat Israel untuk bertobat tetapi ternyata ada oleh karena kekerasan hati umat ini. Umat ini telah diperingati dan ditegur berkali-kali agar berbalik kepada TUHAN dari jalan-jalannya yang jahat tetapi mereka tetap berkeras hati. Oleh karena itu, jika disimpulkan maka hal ini jelas terlihat pada pasal 18-19 ini ketika TUHAN berkata “cukup sudah, sudah terlambat” kepada umat Israel melalui Yeremia dengan mengatakan “ada kalanya Aku berkata tentang suatu bangsa dan tentang suatu kerajaan bahwa Aku akan mencabut, merobohkan, dan membinasakannya” (Yer 18: 7). Jadi, jika TUHAN telah memberikan kepada kita berkali-kali waktu dan kesempatan untuk berbalik pada-Nya, maka segeralah berbalik pada-Nya, jangan tunda-tunda lagi sebab kesempatan tidak selalu ada!
Perlu kita ketahui bahwa orang-orang Ibrani zaman dulu suka mengungkapkan sesuatu dengan beberapa cara, dimana salah satu caranya adalah dengan puisi ataupun prosa Ibrani. Tujuannya adalah agar apa yang diungkapkan padat isi, memiliki makna yang lebih luas dan dalam, sehingga banyak menggunakan kata-kata perumpamaan maupun kiasan yang lekat dengan emosi dan perasaan. Lasor mengatakan bahwa Yeremia 19 juga termasuk bagian yang bergenre sastra puisi, atau lebih tepatnya prosa. Oleh karena itu mestilah dibaca dengan emosi dan perasaan, terlebih lagi bagian ini ini juga memiliki unsur narasi. Oleh karena itu jika bertemu kata-kata atau kalimat perumpamaan atau kata-kata maupun tindakan simbolis tidak perlu diterjemahkan secara literal. Dengan kata lain, pada Yeremia 19 ini, untuk dapat menyelami teks sebagaimana seharusnya maka kita perlu berkutat di dua hal penting yakni narasi dan sastra puisi prosa (dalam hal ini pengertian puisi dan prosa tidak terlalu dibedakan):
A. Narasi (Yeremia 19: 1-6, 10-15)
Pastor Lan Yong Xing pada OSTM 03 Mei 2023 yang lalu mengungkapkan bahwa untuk membaca Alkitab maka kita sebagai pembaca mesti “memasukkan” diri kita ke dalam bacaan. Iya, benar, untuk membaca Akitab sebagai firman Tuhan sehingga kita dapat berintraksi dengan-Nya maka kita harus masuk ke dalam bacaan, sebab firman Tuhan itu hidup. Jika tidak demikian maka kita akan membaca Alkitab seperti membaca buku-buku lainnya sehingga tidak mengubah apa pun di dalam hidup kita. Tetapi, untuk “masuk” ke dalam bacaan kita mesti mengerti benar inti dari bacaan tersebut dan kita seyogianya mesti tahu juga jenis bacaan yang kita baca dari firman Tuhan tersebut yakni apakah teks tersebut merupakan sejarah, surat-surat, tulisan apokaliptik, puisi, narasi, dst (jenis teks/ayat akan menentukan metode pendekatan pada teks maupun cara bacanya).
Jika teks itu berbentuk narasi (cerita) maka metode untuk “memasukkan” diri kita ke dalam bacaan akan sangat tepat. Dan hari ini kita akan mencobanya. Pertama sekali bacalah seluruh bacaan Yeremia 19 dengan pelan dan tuliskanlah di jurnal Anda apa yang Anda dapat. Simpanlah tulisan itu dan bedakanlah nanti hasil yang saudara dapat ketika membaca Alkitab dengan “masuk” ke dalam cerita Alkitab. Kemudian bacalah perlahan teks/ayat Alkitabnya. Tidak perlu menghafal semuanya jika memang terlalu susah untuk melakukannya. Cukup kuasai inti pembicaraan yang dibicarakan, dan mengingat siapa saja peran yang memerankan bagiannya di dalam bacaan dan bayangkan Anda masuk kedalam dunia bacaan tersbut.
a). Inti (pokok cerita)
Oleh firman TUHAN Yeremia bersama dengan para penatua Israel pergi membeli buli-buli (berhubungan dengan bejana dari tanah liat pada pasal 18 sebelumnya. Pada pasal 19 ini tanah liat tersebut telah menjadi buli-buli atau bejana yang telah selesai). Setelah membeli buli-buli, maka mereka diminta pergi ke lembah Ben Hinom atau Tofet, yang dapat dikatakan sebagai sebuah tempat pembuangan sampah. Disini Yeremia diminta menyerukan perkataan TUHAN bahwa IA akan mendatangkan malapetaka sebab orang-orang Israel telah meninggalkan TUHAN, mencemarkan nama-Nya dengan segala pemujaanya ilah-ilahnya. Dan bentuk pemujaan itu sangat hina dan mengerikan di mata TUHAN sebab di dalam pemujaannya itu mereka mengorbankan anak-anak mereka. Oleh sebab itu TUHAN berkata bahwa tempat itu akan disebut bukan lagi Tofet tetapi lembah pembantaian (Yer 19: 1-7). Catatlah beberapa kata penting di dalam perenungan inti cerita di atas untuk direnungkan seperti kata Ben Hinom/Tofet/lembah pembantaian/tempat sampah, buli-buli yang telah jadi, mereka telah meninggalkan TUHAN, pemujaan berhala, TUHAN mendatangkan malapeta, dsb. Hal ini semua adalah simbolisasi terhadap sesuatu, renungkan dan hubungkanlah itu dengan hidupmu. Misalnya merenungkan tentang Tofet. Ini adalah tempat pembuangan sampah, banyak orang lewat untuk meninggalkan sampah disini. Di sini hendak menunjukkan Israel layaknya sampah karena mereka meninggalkan TUHAN. Dan mereka akan akan dikumpulkan di tempat sampah ini. Jika direfleksikan, demikian juga hidup kita, jika kita meninggalkan TUHAN atau oleh karena kita tidak mau bertobat sehingga TUHAN pun meninggalkan kita maka kita juga layaknya sampah seperti Israel.
Karena bejana itu tidak dapat lagi dibentuk ulang sebab telah jadi buli-buli, maka jika rusak atau tidak sesuai fungsinya, maka buli-buli itu akan dipecahkan sebab tidak ada gunanya. Pada ayat 10-14 dikatakan dengan jelas bahwa hal demikian akan dilakukan TUHAN terhadap bangsa Israel. Dan Yerusalem akan seperti di Tofet, menjadi tempat pembuangan sampah, tempat berbau yang mengerikan, ditinggalkan orang-orang karena bau menyengatnya, tempat yang najis, sunyi sepi. Ini adalah gambaran malapetaka yang akan terjadi atas Yerusalem karena mereka tidak mau mendengarkan firman TUHAN. Ini semua adalah poin-poin penting untuk dikuasai dan direnungkan sehingga kita dapat “masuk” kepada teks bacaan secara mendalam.
b) Pemeran/Pelaku
Terdapat beberapa pemeran atau pelaku di dalam adegan cerita Yeremia 19 di antaranya: TUHAN, Yeremia, para tua-tua Israel, tua-tua imam, raja-raja Yehuda, umat Israel, orang-orang di lembah Ben Hinom, anak-anak Israel, ball atau ilah-ilah lain, dsb. Selanjutnya, pikirkan, renungkan, dan bayangkanlah mengapa orang-orang ini ada di dalam adegan cerita, apa maksud kehadiran orang-orang ini, motivasi dan tujuannya? Misalnya, mengapa dan apa tujuan hadirnya tua-tua Israel? kita perlu tahu bahwa tua-tua Israel adalah orang yang dituakan atau bisa disebut juga sebagai para pemimpin Israel. Mereka hadir agar apa yang diberitakan Yeremia itu didengar oleh umat Israel, sebab mereka dihormati. Selain itu, agar apa yang dikatakan Allah melalui Yeremia adalah sah sebab disaksaksikan oleh tua-tua Israel. Jadi, ibarat keputusan pengadilan, penjatuhan hukum ke Israel adalah sah karena berdasarkan saksi-saksi. Nah, bayangkan posisi kita bahwa kita adalah tua-tua Israel, sementara yang hendak dijatuhi hukuman adalah bangsa kita, anak-anak, saudara-saudara kita, bagaimana perasaanmu? Kita juga bisa memasukkan atau membayangkan posisi kita sebagai pemeran-pemeran lain siapa pun itu. Nah, coba renungkan, jika saudara ada di dalam cerita Yeremia 19 ini saudara cendrung di peran atau posisi yang mana dan bagaimana perasaanmu ketika berada di dalam peran itu? Tuliskanlah! Termasuk, jika Anda di posisi Tuan Sang Pejunan bagaimana perasaanmu? Tuliskanlah!
B. Puisi-Prosa Yeremia 19 (Yer 19: 7-9)
Dari tata penulisan dan cara baca (sastra Ibrani: kalimat yang condong ke depan dan ke belakang oleh LAI, kalimat mempertentangkan, menerangkan, melengkapi, dan pengulangan), agaknya memang LAI melalui terjemahannya hendak menunjukkan bahwa bagian-bagian tertentu dari kitab Yeremia memang bergenre puisi maupun prosa. Salah satu contoh lagi dapat kita temukan pada Yeremia 18: 16-17 dimana kalimat ini kemudian diulangi pada Yer 19: 8-9 dengan kalimat yang mirip tetapi juga menerangkan, melengkapi, mengulang dengan maksud menekankan kembali Yeremia 18: 16-17 sebelumnya. Jadi, ketika kita membaca teks-teks yang berbentuk sastra; puisi, prosa, dst, sebaiknya hindari mengartikan atau menerjemahkannya secara harafiah atau langsung. Misalnya ketika TUHAN mengatakan “Aku akan membuat mereka memakan daging anak-anaknya laki-laki dan anak-anaknya perempuan. Setiap orang memakan daging temannya, dalam keadaan terkepung dan terdesak yang ditimbulkan kepada mereka oleh musuh-musuhnya dan oleh orang-orang yang mengincar nyawa mereka” (Yer 19: 9).
Jika kita terjemahkan Yer 19: 9 secara harafiah atau langsung maka kesanannya bahwa TUHAN melegalkan dan menyetujui bahkan menyertai praktik kanibalisme, seperti tema OSTM kita hari ini “manusia makan manusia”. Padahal maksud ayat 19 ini bukanlah demikian. Tetapi hendak menggambarkan sebuah keadaan yang benar-benar mengerikan ketika TUHAN berkata “sudah terlambat”. Mengerikan karena orang yang tidak mau bertobat dan hidup menuruti keinginan dan rancangannya itu sendiri akan dibumi hanguskan oleh musuh-musuhnya, mayat-mayat mereka akan bergelimpangan dimana-dimana, berbau busuk seperi sampah lembah Ben Hinom. Mereka akan mati kekurangan makanan oleh karena musuh-musuhnya. Hidup mereka akan sangat hancur, menderita, dan mengerikan sehingga mereka akan lebih menderita hidup daripada mati. Seperti sebuah pepatah mandarin yang mengatakan生不如死Shēng bùrú sǐ (hidup lebih buruk dari kematian).
Jadi, hidup orang-orang yang tidak setia pada TUHAN akan lebih buruk dari kematian. Mereka akan mendapatkan setimpal dengan apa yang mereka lakukan; meninggalkan TUHAN, melakukan sesuatu yang menjijikan di mata TUHAN sebab mereka mengorbankan anak-anak mereka untuk penyembahan berhala, dan sebagaimana yang mereka lakukan, setimpal itu atau lebih daripada itu akan mereka terima sebagai ganjarannya. Jadi, bahasa sastra harus dipahami dengan sastra, dan kunci memahaminya adalah merasakannya. Ibarat seseorang yang sedang jatuh cinta dan berkata “aku memandang ke bulan kulihat senyummu, aku pergi menelusuri lautan kulihat mutiara-mutiara laksana wajahmu”. Ini tentu tidak dapat kita pahami bahwa wajah orang yang dicintai ada di bulan bukan? Begitu juga ketika kita membaca Alkitab yang bergenre sastra. Dan dengan demikian kita akan semakin peka dan dapat merasakan perasaan TUHAN ketika ia mengatakan sesuatu apalagi mengatakan penghukuman. kita dapat merasakan betapa kecewa dan hancurnya hati-Nya, dan betapa hancurnya juga hati kita melihat keadaan yang mengerikan seperti itu. Dan dengan demikian kita tidak boleh jatuh kepada kesalahan yang sama sebagaimana yang telah dilakukan oleh umat Israel.
Untukmu yang tak kunjung taat
Aku tidak akan lagi terpikat
Terpikat cintamu yang hanya sesaat
Sebab hatimu dipenuhi gelap pekat
Sehingga semuanya sudah terlambat
Puisi ini menggambarkan isi hati TUHAN sebagaimana yang dipesankan Yeremia 19 hari ini. TUHAN berkata “cukup, sudah terlambat, engkau telah menjadi buli-buli pecah, AKU tidak akan memberikan lagi kesempatan.” Maka dari itu ketika kita masih seperti tanah liat di tangan-Nya, maka mari kita jangan mengeraskan hati, mari kita berbalik kepada-Nya. Dan untuk berbalik pada-Nya mari kita dengan seksama belajar dan merenungkan firman-Nya. Mari kita memanfaatkan waktu dan kesempatan yang masih TUHAN berikan kepada setiap kita. Kiranya kita boleh semakin dekat dengannya melalui perenungan kisah Yeremia 19 ini. Renungkanlah kembali bacaan kita hari ini dengan cara “masuk” ke dalam bacaaan dan tuliskanlah apa yang TUHAN sampaikan kepadamu! Kiranya TUHAN setiap hari mengajar kita dan mencelikkan mata kita untuk melihat kebenaran firman-Nya. Amin
Ev. Malemmita