Search

Pendalaman Alkitab KITAB EZRA

PEMULIHAN SPIRITUAL DI TENGAH (PASCA) PANDEMI

Ezra adalah seorang imam yang juga seorang ahli Taurat. “Ezra telah bertekad untuk meneliti Taurat TUHAN dan melakukannya serta mengajar ketetapan dan peraturan di antara orang Israel” (7:10). Tekad Ezra mengingatkan kita akan perkataan Yesus di Lukas 11:28 yang berbunyi, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Well, beberapa orang terkenal dalam sejarah pernah mengekspresikan pentingnya firman Tuhan bagi mereka, di antaranya, George Washington, “It is impossible to rightly govern the world without God and the Bible.” Abraham Lincoln, “I am profitably engaged in reading the Bible. Take all of this Book that you can by reason, the balance by faith, and you will live and die a better man.” Sir Isaac Newton, “I have a fundamental belief in the Bible as the Word of God, written by men who were inspired. I study the Bible daily.” D. L. Moody, “The Bible was not given for our information but for our transformation.”. Sehingga pertanyaan bagi kita secara pribadi adalah “Seberapa dalam kita mencintai firman Tuhan?”

Kitab Ezra diawali dengan penggenapan nubuat nabi Yeremia (25:11-12), yang artinya ini merupakan Divine Plan (rancangan ilahi). Meskipun Koresh adalah penguasa yang mengeluar kebijakan, tetapi TUHANlah Raja (The Prime Mover) atas Koresh yang menggerakkan hatinya untuk menetapkan kebijakan tersebut.   

Kitab Ezra mengandung dua misi, yakni Restorasi bangsa (the first mision) dan Reformasi Spiritual (the second mission). Baik restorasi bangsa maupun reformasi spiritual bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan pembangunan manusia sebagai fokus utamanya. Dua misi tersebut merupakan inisiasi Allah sebab Dialah yang menggerakan hati raja Koresh untuk mengeluarkan titah untuk pembangunan kembali Rumah TUHAN dan Yerusalem. Pilihan TUHAN sudah tertuang di dalam nubuat nabi Yesaya yang berbunyi, “Akulah yang berkata tentang Koresh: Dia gembala-Ku; segala kehendak-Ku akan digenapinya dengan mengatakan tentang Yerusalem: Baiklah ia dibangun! dan tentang Bait Suci: Baiklah diletakkan dasarnya!” (44:28). Raja Koresh sendiri mengakui bahwa dirinya merupakan agen Allah untuk restorasi Yerusalem (1:2). Di bagian ini kita melihat bahwa TUHAN dapat menggerakan hati manusia bahkan seorang raja, presiden, pejabat tertentu untuk membuka jalan dan berkarya bagi-Nya. Jadi, tidak mengherankan jika TUHAN menggerakan hati seorang perancang kebijakan untuk mengubah atau meluncurkan sebuah kebijakan besar. Leslie C. Allen dan Timothy Laniak mengatakan, “When events in human history prove to be of special significance for God’s people, they are presented as having been arranged by divine providence.”

Meresponi titah raja Koresh (1:1-4), sebagian orang Yahudi pulang ke Yerusalem untuk melaksanakan misi ilahi - pemulihan spiritual. Kepulangan pertama di bawah kepemimpinan Sesbazar - nama tersebut sering dilupakan (1:5-11), kepulangan kedua di bawah kepemimpinan Zerubabel (pasal 2), dan kepulangan ketiga di bawah kepemimpinan Ezra (pasal 7-8), kepulangan keempat di bawah kepemimpinan Nehemia (Neh. 1). Ada orang-orang yang hatinya digerakkan Allah untuk pulang ke Yerusalem (1:5), dan juga ada orang-orang yang tidak pulang, tetapi hati mereka tergerak untuk mendukung dari segi materi secara sukarela (1:6). Baik orang-orang pulang maupun yang tidak pulang, tidak saling menghakimi. Setiap orang memiliki panggilan yang berbeda, tetapi mengerjakan misi yang sama, yakni misi milik Allah. Seperti pada saat ini, ada yang beribadah secara on-site dengan protokol kesehatan yang ketat dan ada jemaat yang beribada secara online. Setiap orang tidak saling menghakimi atau saling menyalahkan, melainkan memiliki fokus yang sama, yakin pembaruan manusia secara spiritual. Kata “TUHAN menggerakkan hati” (1:1), “hatinya digerakkan Allah” (1:5) menegaskan bahwa misi pembangunan spiritual bukanlah atas inisiasi manusia. It is not about my agenda, my plan, my goal. It is all about God. His Grand Agenda, Plan and Mission. Saya pikir saya harus menegaskan bahwa unless we love God, otherwise our hearts won’t be moved.

Daftar nama orang di Ezra 2 mengingatkan akan betapa berharganya nama kita di hadapan TUHAN. Setiap orang dalam panggilannya masing-masing mengambil bagian dalam tugas pembaruan spiritual. “Adapun para imam dan orang-orang Lewi, dan juga sebagian dari rakyat, serta para penyanyi, para penunggu pintu gerbang dan para budak di bait Allah” (2:70a) mengingatkan kita bahwa ada pengajar, pengkhotbah, pemimpin ibadah, pemandu pujian, pemusik, paduan suara, penyambut ibadah, video-editor dan masih banyak lagi. Setiap orang saling melengkapi dalam tugas mereka masing-masing. Begitu juga untuk pembangunan manusia, hal tersebut di mana setiap orang berperan dalam panggilannya masing-masing dalam mewujukan kehidupan yang damai sejahtera alias mekar (flourishing).

Prioritas proses pemulihan patut mendapatkan perhatian kita. Bukan mendahulukan pembangunan tembok demi keamanan (kitab Nehemia), atau pembangunan rumah demi kenyamanan (kitab Hagai), tetapi pembangunan mezbah (Ezra 3). Mengapa demikian? Mezbah merupakan fondasi ibadah, yakni rekonsiliasi relasi dengan Allah dan sesama. Seperti yang TUHAN lakukan untuk Adam dan Hawa ketika TUHAN membuatkan pakaian dari kulit binatang (Kej. 3:21). Ketidaktaatan Adam dan Hawa telah berdampak pada rusaknya relasi dengan Allah dan sesama. Pakaian dari kulit binatang ini tidak sekadar untuk menghangatkan badan atau menutupi perasaan malu karena retaknya relasi, melainkan juga mengandung makna sebuah rekonsiliasi.

Pandemi COVID-19 telah mendesak setiap keluarga Kristen untuk mendirikan “mezbah” dalam keluarga masing-masing. Sebelum pandemi, mungkin masing-masing anggota keluarga beribadah terpisah. Misalnya, suami beribadah dalam kebaktian jam 6.30 pagi, sedangkan istri beribadah dalam kebaktian jam 8.00 pagi. Namun mezbah keluarga pandemi COVID-19 mendesak setiap keluarga untuk beribadah secara daring di rumah. Mezbah mengingatkan kita bahwa kita belum benar-benar beribadah kepada TUHAN jika hati kita tidak ada pada-Nya.

Proses pembangunan kembali kehidupan spiritual (rebuilding) bukanlah tanpa kesulitan. Dalam melaksanakan misi Allah tersebut, mereka harus memiliki daya tahan (resistance) terhadap tekanan oposisi (pasal 4). Mulai dari serangan verbal, serangan tekstual (surat tuduhan) hingga kepada siasat untuk membunuh Nehemia digencarkan demi menggagalkan pembaruan manusia spiritual tersebut (renewal).

Ibadah online bukanlah tanpa kesulitan. Gangguan sinyal, kehabisan baterai di tengah ibadah, ataupun kurangnya keseriusan di dalam beribadah. Kita tidak lagi memandang ibadah sebagai sesuatu yang sakral karena kini kita beribadah sambil tumis sayur, makan jagung dan bermain game. Maukah kita kembali kepada fondasi spiritual, yakni cinta kita yang mendapat terhadap Allah dan firman-Nya. Apakah kita juga mengatakan, “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?” (Mazmur 42:2-3). Pernahkah Saudara berkata kepada TUHAN dalam doamu, “Tuhan, aku merindukanmu!” atau “My Lord, my God, I love You, I miss You?” Is God your deepest longing? Apakah Tuhan adalah kerinduanmu yang terdalam?

Pembangunan kembali Rumah TUHAN berlangsung cukup lama. Pembangunan dimulai pada tahun 536 SM (Ezra 3:1), terhenti karena kuatnya oposisi serta sulitnya perekonomian (Ezra 3:7; Hagai 1), dilanjutkan kembali pada tahun 520 SM (Ezra 5:1; Hagai 1) dan baru selesai pada tahun 516 SM (Ezra 6:15). Pemulihan spiritual pada hakekatnya butuh waktu yang panjang. Tidak mengherankan jiwa Yesus Kristus sering menggunakan perumpamaan tanaman atau pohon untuk menggambarkan pertumbuhan spiritual (botanical growth) seperti berakar, bertumbuh dan berbuah. Atau dalam bahasa Kristin Neff, “The road to becoming whole takes some time to travel and doesn’t happen overnight.”

Pastor Lan Yong Xing