Search

Pendalaman Alkitab I am Crying

Yeremia 9

Setiap kita pasti pernah menangis. Apakah kita menangis untuk alasan yang tepat? You all ever cried. Have you ever cried for the right reason? Alangkah baiknya jika kita tidak menangis ketika tidak perlu menangis, dan menangis ketika kita memang harus menangis. Alangkah bodohnya ketika TUHAN ingin kita meratap, kita malah tertawa.

Menangis hingga kehabisan air mata sangatlah tidak nyaman, bukan? Tidak hanya tidak nyaman secara fisik, tetapi juga secara psikis sebab menangis untuk waktu yang lama sangat melelahkan jiwa. Inilah yang dialami oleh Yeremia sehingga dia berkata, "Sekiranya kepalaku penuh air, dan mataku jadi pancuran air mata" (Yer. 9:1). Berhubung kehabisan air mata karena menangis, Yeremia memohon tambahan air mata. Karena kepedihan yang berat, Yeremia ingin melarikan diri. Dia tidak tahan dengan kefasikan bangsanya. Dia berkata, "Aku akan meninggalkan bangsaku dan menyingkir dari pada mereka!" (Yer. 9:2b).

Hati Yeremia hancur karena kebiasaan tipu-menipu. Yeremia sampai mengatakan, "Janganlah percaya kepada saudara manapun." (Yer. 9:4b). Sampai segitunya! Ketika TUHAN sedang murka, mereka mengatakan, "TUHAN tidak murka!" Ketika TUHAN melawan mereka, mereka mengatakan, "TUHAN ada di sisi mereka!" Ketika TUHAN mengatakan mereka mendegilkan hati, mereka berkata, "Kami tidak mengeraskan hati." Ketika TUHAN mengatakan bahwa Dia menarik damai sejahtera dari mereka, mereka mengatakan, "Damai sejahtera! Semua baik-baik saja!".

Atas penipuan yang digemakan oleh bangsa ini, mereka tidak menangis maupun bertobat. Oleh sebab itu, firman TUHAN menegaskan, "Menangis dan merintihlah...merataplah!" (Yer. 9:10). Bahkan menangis saja tidak cukup. Mereka disuruh untuk membayar peratap untuk menangis (Yer. 9:17-18).

Terhadap bangsa seperti ini, TUHAN bertanya, "Masakan Aku tidak membalas dendam-Ku kepada bangsa yang seperti ini?" (Yer. 9:9). Mengapa TUHAN sedemikian murka? Dia menjelaskan, "Oleh karena mereka meninggalkan Taurat-Ku yang telah Kuserahkan kepada mereka, dan oleh karena mereka tidak mendengarkan suara-Ku dan tidak mengikutinya, melainkan mengikuti kedegilan hatinya (Yer. 9:13-14a). TUHAN menegaskan bahwa Dia akan mendatangkan penderitaan (Yer. 9:19-20) dan maut (Yer. 9:21-22).

TUHAN bahkan menyamakan mereka dengan bangsa-bangsa yang tidak bersunat (Yer. 9:25-26). Bagian ini mengingatkan kita akan betapa celakanya jika seorang yang di dalam TUHAN mendegilkan hatinya terhadap TUHAN. Sebab dirinya akan disamakan dengan orang yang tidak tinggal di dalam TUHAN.

Dalam keadaan demikian, kita harus sungguh-sungguh menangis. Kita harus menggantikan tawa dengan ratapan. Kita harus mengubah "hihihaha" menjadi "huhuhuhu". Kita tidak menangis karena tidak mengenal hati TUHAN. Kita tidak menangis karena mereka tidak mengenal bahwa TUHAN ingin mereka menangis. Kita mengandalkan pengetahuan dan kemampuan kita.

Firman TUHAN menasihati agar kita tidak bermegah akan pengetahuan maupun kekuatan kita. Namun bermegahlah karena kita memahami dan mengenal Tuhan. TUHAN berkata, "siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku" (Yer. 9:24b).

Pertanyaan penting yang patut kita renungkan adalah sudahkah kita sungguh-sungguh memeriksa hati kita di hadapan TUHAN? Apakah seharusnya kita mengubah tawa menjadi menangis? (Yakobus 4:9). Apakah kita ingin sungguh-sungguh mengenal hati TUHAN sehingga kita tahu untuk hal apa kita harus menangis dan untuk hal apa, kita tidak perlu menangis. Sebab ketika hati kita terhubung pada hati TUHAN, maka kita belajar merasakan sukacita maupun dukacita TUHAN? Kiranya TUHAN menolong kita!

Ps. Lan Yong Xing