Search

Pendalaman Alkitab HAGAI 2:11-15 MENGAPA TUHAN MASIH BELUM BERKENAN PADAKU?

KETIKA TUHAN BELEM BERKENAN: Perbaiki Sikap!


Mengapa kita sudah mengerjakan sesuatu dengan baik, tetapi hasilnya tetap saja tidak memuaskan? Kita sudah fokus, menambah jam kerja kita, meningkatkan efektivitas, mengapa hasilnya masih tidak signifikan? Tidak sepadan dengan kerja keras kita?

Inilah yang dialami orang-orang pada masa kepemimpinan Zerubabel dan Yosua saat mereka membangun kembali Rumah Tuhan. Seharusnya mereka memperoleh 20 gantang gandum,  tetapi mereka hanya mendapatkan 10 gantang. Seharusnya mereka memperoleh 50 takar anggur, tetapi ternyata mereka hanya mendapatkan 20 takar (Hag. 2:17). Mereka tidak mencapai target yang mereka harapkan. Omzet mereka menurun 50 persen.

Tuhan berkata bahwa Dia telah mendisiplin mereka dengan hama dan penyakit gandum, tetapi mereka tidak kembali kepada-Nya (Hag. 2:18). Terkadang Tuhan harus menggunakan kesusahan untuk mendisiplin dan memperbaiki tingkah laku kita. Namun kesusahan tidak membuat mereka berbalik kepada-Nya. Oleh sebab itu, pada tanggal 18 Desember 520 SM, Tuhan kembali menggunakan pertanyaan untuk mendorong mereka berpikir. Dia bertanya, “Andaikata seseorang membawa daging kudus dalam punca bajunya, lalu dengan puncanya itu ia menyentuh roti atau sesuatu masakan atau anggur atau minyak atau sesuatu yang dapat dimakan, menjadi kuduskah yang disentuh itu?” Lalu para imam itu menjawab, katanya: “Tidak!” Berkatalah pula Hagai: “Jika seseorang yang najis oleh mayat menyentuh semuanya ini, menjadi najiskah yang disentuh itu?” Lalu para imam itu menjawab, katanya: “Tentu!” (Hagai 2:13-14).

Menggunakan contoh yang mudah dipahami pada masa pandemi ini, kira-kira seperti ini: Apabila sebuah masker bersih bersentuhan dengan sebuah masker kotor, apakah masker kotor itu menjadi bersih? Jawabannya adalah “Tidak!” Sebaliknya, apabila sebuah masker kotor bersentuhan dengan sebuah masker bersih, apakah masker tersebut menjadi kotor? Jawabannya adalah “Tentu!” Singkat kata, kenajisan menular, tetapi kekudusan tidak. Kita dapat menginfeksi seseorang dengan virus, tetapi tidak dapat menginfeksi seseorang dengan kesehatan.

Tuhan menegur, “Segala yang dibuat tangan mereka; dan yang dipersembahkan mereka di sana adalah najis” (Hag. 2:15). Hagai tidak menyebut secara spesifik dalam hal apa mereka bersalah. Namun para pendengar Hagai mengetahui kesalahan mereka sehingga mereka bertobat. Mungkin di antara mereka ada yang berpikir, apakah Rumah Tuhan perlu dibangun. Toh, mereka sudah hidup tanpa Rumah Tuhan selama 70-an tahun.

Pada masa pandemi COVID-19 ini, kita sudah terbiasa—atau mungkin “dininabobokkan”—oleh ibadah via Youtube Channel. Kita mungkin mulai berpikir apakah beribadah di Rumah Tuhan diperlukan. Bukankah beribadah di rumah via Youtube Channel jauh lebih nyaman? Jangan-jangan kita ingin beribadah secara online hingga selamanya, sekalipun setelah pandemi berakhir

Atau  kita beribadah di gedung, tetapi hati kita tidak tertuju kepada Tuhan. Yang kita cari adalah pelayanan di gereja, karena pelayanan memberikan validasi diri kepada kita. Kita menerima pujian dan pengakuan melalui pelayanan yang kita berikan. Atau kita hanya menikmati kebersamaan, yakni makan bersama, bersenda-gurau dalam persekutuan-persekutuan kita. Persekutuan adalah bagian penting dari kehidupan bergereja, tetapi persekutuan tanpa kekudusan (sikap yang tulus ikhhas) adalah kesia-siaan.

Atau kita hidup dalam double-life, yakni kita memelihara dosa tertentu. Atau kita selalu bersungut-sungut atas segala sesuatu yang kita kerjakan. Atau kita selalu membandingkan kelebihan orang lain dengan kekurangan kita. Kita berpikir, kehidupan orang lain jauh lebih baik dari kita, kemudian kita menjadi marah dan iri hati karena hal tersebut.

Tuhan ingin kita mengoreksi sikap hati kita. Dia menegaskan,  “Maka sekarang, perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya! Sebelum ditaruh orang batu demi batu untuk pembangunan bait Tuhan.” Dengan kata lain, Dia menuntut kita memerhatikan sikap kita ketika kita mengerjakan segala sesuatu. Always pay attention to why we do what we do.

Perbaikilah tingkah lakumu! Perbaikilah sikapmu! Mengerjakan sesuatu dengan benar tidak cukup jika tidak disertai sikap yang benar. Kerja keras tanpa sikap yang benar di hadapan Tuhan adalah kesia-siaan. Tanpa hati yang tulus ikhlas, ritual ibadah adalah kehampaan. Tanpa cinta yang tulus kepada-Nya dan sesama, pelayanan hanyalah sebuah validasi diri. Tuhan berjanji, “Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!” (Hagai 2:20).

 

Saya lengkapi renungan ini dengan Zakaria 8:9-13, nabi yang melayani pada waktu yang bersamaan dengan Hagai.

Beginilah firman Tuhan semesta alam: “Kuatkanlah hatimu, hai orang-orang yang selama ini telah mendengar firman ini, yang diucapkan para nabi, sejak dasar rumah Tuhan semesta alam diletakkan, untuk mendirikan Bait Suci itu.

Sebab sebelum waktu itu tidak ada rezeki bagi manusia, juga tidak bagi binatang; dan karena musuh tidak ada keamanan bagi orang yang keluar dan bagi orang yang masuk, lagipula Aku membuat manusia semua bertengkar.

Tetapi sekarang, Aku tidak lagi seperti waktu dahulu terhadap sisa-sisa bangsa ini, demikianlah firman Tuhan semesta alam, melainkan Aku akan menabur damai sejahtera. Maka pohon anggur akan memberi buahnya dan tanah akan memberi hasilnya dan langit akan memberi air embunnya. Aku akan memberi semuanya itu kepada sisa-sisa bangsa ini sebagai miliknya. Dan kalau dahulu kamu telah menjadi kutuk di antara bangsa-bangsa, hai kaum Yehuda dan kaum Israel, maka sekarang Aku akan menyelamatkan kamu, sehingga kamu menjadi berkat. Janganlah takut, kuatkanlah hatimu!”

Pastor Lan Yong Xing