Artikel Gereja Rumah Tangga: Anak dan Remaja Ikut makan Paskah
Keluaran 12:48
"Tetapi, apabila seorang penatang telah menetap bersamamu dan mau merayakan Paskah bagi TUHAN, maka setiap laki-laki dalam rumah tangganya wajib disunat, barulah ia boleh bergabung untuk merayakannya. Ia akan dianggap sebagai warga asli. Tetapi, semua orang yang tidak bersunat tidak boleh memakannya." (Kel. 12:48)
Anak-anak juga ikut makan Paskah, sebab parayaan ini diadakan oleh masing-masing rumah tangga (Kel. 12:3-4). Jadi, prinsip dan praktik ecclesi domestica (gereja keluarga), memang sudah dimulai sejak malam Paskah. Hanya orang-orang yang belum disunat yang tidak diperkenankan berpartisipasi dalam makan Paskah. Penebusan Kristus telah mengubah sunat menjadi sunat Kristus (Kis. 15; Kol. 2:11).
Anak-anak merupakan bagian dari komunitas iman. Mereka bukan outsiders. Sejak kecil, mereka menyaksikan dan mendengarkan pengalaman iman orangtua mereka. Orang tua harus menceritakan makna perjamuan Paskah kepada anak-anak mereka. Apabila kita dapat membaptiskan anak-anak dalam iman orang tua, mengapa anak-anak tidak boleh menerima perjamuan kudus atas dalam iman orang tua? Bukankah jauh lebih berharga jika orang tua mengajarkan makan perjamuan kudus kepada anak-anak mereka? Perjamuan kudus merupakan perintah dan perjanjian yang diikat oleh Kristus Yesus dengan kita? Dengan berjalannya waktu, selalu bersama orang tua mereka, iman orang tua akan terus menginspirasi anak-anak untuk mengenal Tuhan.
Anak-anak bukanlah orang asing yang dibuang ke Sekolah Minggu atau Remaja. Namun, sesekali mereka bisa beribadah bersama orang tua mereka. Bayangkan jika seorang remaja beribadah hanya beribadah dengan teman-teman remaja setiap minggunya, mereka jadi sangat jarang beribadah bersama orang tua. Mereka tidak dapat melihat dan mengalami ibadah bersama orang tua, bagaimana orang tua mereka beribadah, menyapa dan disapa jemaat lain, bagaimana interaksi gereja Tuhan terjadi di dalam ibadah, bagaimana menghormati orang yang lanjut usia di dalam konteks gereja dan masih banyak lagi. Jika remaja jarang beribadah bersama orang tua mereka, kapan lagi? Tunggu mereka selesai kuliah, bekerja dan menikah? Sungguh amat sempit jika remaja hanya mengalami ibadah bersama peers mereka saja. Secara tidak langsung, kita menciptakan sebuah group eksklusif di gereja.
Oleh sebab itu, gereja menyederhanakan liturgi ibadah, yakni tidak lagi menggunakan liturgi ibadah ratusan tahun yang lalu. Ini juga salah satu alasan mengapa kita memilih tidak menggunakan bacaan lectionary dan tema dian penuntun. Kita menggunakan lagu-lagu yang lebih sederhana, yang bahasanya lebih mudah dimengeri oleh remaja dan bahkan anak. Kita tidak lagi membaca ayat Alkitab dalam jumlah banyak, sebab hal ini sudah dilakukan oleh jemaat dalam rumah tangga masing-masing (Saat Teduh harian). Lebih baik mengonsumsi firman Tuhan setiap hari secara konsisten daripada disuap 4 bungkus nasi padang dalam satu kali makan.
Alangkah indahnya jika mereka yang telah dibaptis (sudah di usia bisa makan makanan keras), mereka bisa ikut mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Tentu, anggur yang mereka konsumsi tidak mengandung alkohol (bukan wine). Sejak mereka kecil, orang tua mereka sudah mengajar mereka berdoa, mengajarkan makna baptisan, sakramen kudus, ibadah kepada mereka. Sehingga sejak kecil, mereka sudah mengalami bahwa iman orang tua mereka merupakan iman yang hidup. Bukankah ini kehendak Allah? Mengapa gereja membuat peraturan yang menjadikan anak-anak sebagai outsiders, dan bukan bagian daro komunitas iman?
Ps. Lan Yong Xing.